Hari
demi hari ku lewati merenung, menangis, meratapi kehidupan yang kujalani. Iya
Mettha Vania namaku dan aku mualai memasuki umur yang ke 16 tahun. Entah apa
yang membuatku merasa berbeda dari semuanya. Aku terlalu lemah dalam semua hal
aku terlalu takut untuk menghadapi kehidupanku. Awalnya aku kuat, aku tangguh,
dan aku di lahirkan sebagai anak cewek namun aku lebih ingin terlihat seperti
anak cowok yang cool, kece, tangguh, gak takut apapun, membela yang lemah. Saat
berada di bangku sekolah dasar aku pun memulai menjadi anak cewek yang
kecowok’an (atau istilahnya tomboy). Mungkin karena dulu waktu SD musim nya
anak tomboy jadi ikut-ikutan trend. Sampai ketika ada acara kumpul
keluarga seorang adik dari papaku
(tante) menasehatiku “kamu cewek apa
cowok sih? Penampilan seradak seruduk” lalu aku pun menjawab “jelas cewek lah
te, masa iya ada cowok secantik ini”. “cewek itu harus feminim, harus cantik,
bisa merawat diri, selalu rajin ke salon gak males-malesan kayak kamu” ujar si
tante. “alaaaaaah, tante mah rempong ih” jawabku.
Sekolah Dasar pun berlalu. Aku
lulus dong dengan nilai terbaik ke empat di sekolahku dengan bangga aku
menunjukkan hasil nilaiku kepada mama papa dengan tujuan menagih janji mereka
kepadaku “ jika aku lulus dengan nilai yang memuaskan dan dapat masuk sekolah
favorit mereka akan mengabulkan apapun
permintaanku”. Dan setelah aku menunjukkan nilaiku mereka bangga denganku,
mereka bahagia. Aku pun senang dapat melihat mereka tersenyum bahagia. Namun
mereka tidak mau mengikuti satu pun perkataanku seharusnya dengan nilai cukup
memuaskan itu aku dapat masuk ke Sekolah Menengah Pertama favorit di kotaku
namu karena orang tua yang memintaku masuk ke sekolah negeri yang dekat dengan
rumah aku pun mengikutinya, karena bagiku melihat orangtuaku tersenyum bahagia
sudah lebih dari cukup.
Setahun berlalu mulai lah
menginjak bangku kelas yang baru lagi memasuki kelas VIII. Kelas di acak lagi
teman di kilas baru lagi. Yang dulunya aku duduk di bangku kelas VII.4 sekarang
menjadi VIII.2 dengan teman-teman yang baru. Sejak duduk di bangku kelas VIII
aku merasa aneh, suka sering sakt-sakitan, sering mimisan, sering jatuh
pingsan. Jadi nyusahin teman-teman guru-guru dan semuanya. Namun aku teralalu
takut ntuk melihat takdirku aku tidak mau kedua orang tuaku mengetahui bahwa
aku sering sakit-sakitan.
Karena aku tak mau menyusahkan
kedua orangtuaku teman-teman dan guru-guruku akupun nekat memeriksakan diri ke
rumah sakit terdekat. Dengan percaya diri aku mulai memasuki rumah sakit sendiriaan tanpa siapapun di sampingku,
tiba-tiba lelaki tua berjas putih memakai kacamata menghampiriku dan bertanya
“hai, gadis kecil kamu ngapain disini? Mana orangtuamu, keluargamu?” lalu aku
menjawab “aku ingin memgetahui penyakit apa yang aku derita selama ini, aku
terlalu banyak menyusahkan orang di sekitarku om” lalu dokter mengataakan
“lantas kemana orang tuamu? Apa kamu kesini sendirian tanpa ijin kedua orang
tuamu?”, “tidak, mereka mengantarku kesini namu mereka sedang keluar sebentar
untuk membeli sesuatu untukku, anda dokter? Periksalah keadaanku ku
mohooooooooo n” jawabku dengan sedikit berbohong “baiklah mari ikutlah denganku
aku akan memeriksamu” jawab sang dokter.
Keesokan harinya akupun datang
kembali ke rumah sakit tersebut dan
bertemu kembali dengan dokter tersebut lalu aku pun bertanya “hallo dokter
bagaimana hasil tesku? Aku baik-baik aja kan?” lalu dokter menjawab “apakah
kamu yakin ingin mengetahuinya? Akankah lebih baik jika kamu mengajak
orangtuamu untuk mengetahuinya”. “mereka menyuruh ku menemui anda dan
menitipkan ini untuk anda” jawabku sambil memberikan surat kepadanya, yang
sebenarnya surat tersebut bukan dari orang tuaku namun aku sendiri yang
membuatnya yang berisi tentang orang tua mengijinkan bahwa aku dapat melihat
hasil tesku sendiri. Sang okterpun percaya begitu saja dan ia berkata
“baaiklah, apapun yang terjadi kamu tetap tenang dan jangan menghapus
keceriaanmu saat ini” lalu aku menjawab “baiklah dok” kita terdiam satu menit
lamanya sedetik, du drtik tiga detik, dokter meleps kacamatanya sambil memegang
kepalaku dan berkata “sebenarnya aku berat sekali untuk mengatakan ini kepadamu
tetapi bagaimanapun juga kamu berhak mengetahuinya bahwa kamu mengidap
penyakit................................. kangker darah” lalu aku pun
tersenyum dan berkata “ooooooh hanya
kanker darah dan aku harus tiap bulan untuk transfusi darah, baiklah terimah
kasih atas informasinya dok” dokter menjawab “kamu sungguh gadis kecil yang
hebat kamu sangat tegar aku bangga denganm, dan aku berjanji membantumu untuk
sembuh” akupun memeluk dokter tersebut dan berkata “terimakasih, engkau seperti
malaikat bagiku”.
Hari demi hari ku lalui dengan
penyakit ini aku menyembunyikan dari semuanya ku coba ceria di depan orang tua
ku teman-temanku, aku selalu membuat mereka tertawa sampa suatu ketika ahabatku
yang bernama putri bilang “kamu teman sahabat kakak adik terbaikku iyaa kamu
Mettha Vania seperti malaikat aku nggak mau kita berpisah kelak jika kita lulus
aku bangga menjadi temanmu dan ku harp kau pun sebaliknya” aku trdiamseketika
mendengar kata-kata tersebut dan dalam hatia aku bicara “mungkin aku sekarang
aku ceria tgar dimata kalian tetapi entah berapa lama lagi umurku aku takut
melihat takdirku, aku takut tak dapat menjadi teman terbaikmu lagi, aku takut
bukan kelulusan yang memisahkan kita tetapi kematianku yang akan membuat kita
berpisah”. Di sekolah aku menjadi anak yang palng rajin nilai-nilai akademin
maupun non akademisku cukup memuaskan para guru-guru sering memujku karena
nilaiku membahagiakan mereka dan membanggakan. Mereka sempat bertanya kepadaku
“kamu kenapa? Mungkin nilaimu bisa naik, kecriaanmu semakin meningkat tetapi
aku melihat hal yang berbeda i matamu seperti kamu menyembunyikan sesuatu yang
sangat besar, seakan-akan keceriaanmu hanya untuk menutui rasa kegelisahanmu
saja:” aku pun menjawabnya “aku tidak apa-apa, tidak ada yang perlu di
khawatirkan dari diriku aku baik-baik saja yang penting ini semua tidak
menggangu pelajaranku nilai-nilai ku” lalu aku segera lari ke kamar mandi
sekolah aku menangis menutup hidung ku yang meneteskan darah.
Bel pulang pun berbunyi aku segera
mengambil tas di kelas dan buru-buru menghampir dokter tersebut lalu aku
bertanya “aku kenapa doter? Apakah aku semakin parah aku takut membuat
orang-orang di sekitarku bersedih aku masih punya umur panjang kan dok?. Jawab
dokter jawab!!” dokter tersebut hanya bisa terdiam dan menundukkan kepalanya sambil memegang pundaku
ia pun berkata “sabarlah anakku, mana semangatmu yang dulu? Kamu anak yang kuat
kamu anak yang tegar yang pernah aku temui. Memang penyakitmu semakin parah tapi
aku harap kau tetap semangat menjalani hari-harimu” lalu aku pulang.
Ujian Nasional tingkat SMP pun
segera di selenggarakan. Aku merasa takut takut jika aku tak dapat mengikutinya
aku takut. Ujian Nasional hari pertama kedua ketiga dan hari terakhir berhasil
aku jalani dengan kondisiku yang sedemikian buruknya namun mereka semua yang
menyayangiku tidak menyadarimya bahwa aku sedang berontak melawan penyakitku
ini. Sampai tiba saat nya pengumuman kelulusan pun semakin dekat yang ada di
pikiranku adalah biarkan aku bersama tuhan di sana asalakan aku lulus dengan
nilai terbaik dan membanggakan kedua orangtuaku, guru-guruku, sekolahku, dan
teman-temanku yang selalu ada untukku. Karena aku terlalu semangat untuk
melihat hasil kerja kerasku melawan Ujian tersebut. Aku membawa segala
perlengkapan kesehatanku ke sekolah karena hari tersebut adalah hariku untuk
check up. Pengumuman di kumandangkan dan.............................. aku
Mettha Vania mendapatkan nilai tertingi
dan terbaik di sekolah dengan angka 39,45 mendekati angka sempurna. Seluruh
warga sekolah memberiku selamat dan saat itu aku merasa orang paling beruntung
aku tak sabar melihat senyum kedua orang tuaku.
Namun tiba-tiba hidungku tidak
berhenti meneteskan darah. Lalu aku segera berlari ke kamarmandi sekolah smabil
mebawa ijazahku, aku jatuh pingsan di kamar mandi sekolah dan tak ada satu pun
yang mengetahuinya semalaman aku aku tertidur dikamar mandi sekolah.semua orang
mencariku mecemaskan aku. Orang tua ku pun begitu mereka mencariku memutari
komplek bertanya kepada guru sekolah. Dokter yang selama ini merawatku pun ikut
cemas karna pada hari itu aku janji menemuinya untuk transfusi darah dan akan
menunjukkan nilaiku padanya. Namun ternyata keesokan harinya aku di temukan
tewas di kamarmandi sekolah sambil memeluk ijazah dan keterangan riwayat
hidupku an selembar kertas sutar yang berceceran darah akibat mimisan. Akhirnya
semua tau bahwa aku mengidap penyakit itu dan orang tuaku membaca surat kecil
itu yang memang aku tujukan untuknya.
Isi surat tersebut adalah.
“Bunda, maafkan aku aku
menyembuyikan semua ini aku tak mau melihatmu bersedih karenaku aku. Ku
persembahkan nilai Ujianku untukkmu, maafkan aku selama ini aku merepotkanmu,
maafkan aku menyembunyikan penyakitku padamu aku sayang bunda dan ayah loveyou♥”
Mungkin nilai ini
menjadi prestasi terindah yang pernah kumiliki karena ini akan menjadi prestasi
terbaik dan terakhir dalam hidupku. Karena kusadari bahwa aku tak ada mampu
lagi mendapatkan prestasi tersebut kembali karena aku tak akan mungkin lagi
kembali ke dalam dunia ini. Aku berharap kalian semua menyayangiku kalian semua
mengikhlaskan kepergianku untuk selamanya aku tak mau melihat tetesan air mata
kalian. Biarkan nilai ini menjadi kenangan terindah dariku aku berjuang melawan
sakitku demi nilai ini demi rasa sayangku pada kalian mama, papa,
teman-temanku, guru-guru. Maafkan aku menyembunyikan semua ini aku tak mau
melihat kalian sedih kehilangan senyum karena tau kondisiku saat ini. Aku hanya
mau di sisa-sisa umurku menjadi berguna buat orang-orang di sekitarku. Mungkin
aku terlalu pengecut untuk melihat
kesedihan di mata kalian namun ku yakin saat ini kalian sangat berduka melihat
ku seperti ini. Maafkan aku