Minggu, 18 November 2012

Bahagiaku senyummu


              Hari demi hari ku lewati merenung, menangis, meratapi kehidupan yang kujalani. Iya Mettha Vania namaku dan aku mualai memasuki umur yang ke 16 tahun. Entah apa yang membuatku merasa berbeda dari semuanya. Aku terlalu lemah dalam semua hal aku terlalu takut untuk menghadapi kehidupanku. Awalnya aku kuat, aku tangguh, dan aku di lahirkan sebagai anak cewek namun aku lebih ingin terlihat seperti anak cowok yang cool, kece, tangguh, gak takut apapun, membela yang lemah. Saat berada di bangku sekolah dasar aku pun memulai menjadi anak cewek yang kecowok’an (atau istilahnya tomboy). Mungkin karena dulu waktu SD musim nya anak tomboy jadi ikut-ikutan trend. Sampai ketika ada acara kumpul keluarga  seorang adik dari papaku (tante) menasehatiku  “kamu cewek apa cowok sih? Penampilan seradak seruduk” lalu aku pun menjawab “jelas cewek lah te, masa iya ada cowok secantik ini”. “cewek itu harus feminim, harus cantik, bisa merawat diri, selalu rajin ke salon gak males-malesan kayak kamu” ujar si tante. “alaaaaaah, tante mah rempong ih” jawabku.
              Sekolah Dasar pun berlalu. Aku lulus dong dengan nilai terbaik ke empat di sekolahku dengan bangga aku menunjukkan hasil nilaiku kepada mama papa dengan tujuan menagih janji mereka kepadaku “ jika aku lulus dengan nilai yang memuaskan dan dapat masuk sekolah favorit  mereka akan mengabulkan apapun permintaanku”. Dan setelah aku menunjukkan nilaiku mereka bangga denganku, mereka bahagia. Aku pun senang dapat melihat mereka tersenyum bahagia. Namun mereka tidak mau mengikuti satu pun perkataanku seharusnya dengan nilai cukup memuaskan itu aku dapat masuk ke Sekolah Menengah Pertama favorit di kotaku namu karena orang tua yang memintaku masuk ke sekolah negeri yang dekat dengan rumah aku pun mengikutinya, karena bagiku melihat orangtuaku tersenyum bahagia sudah lebih dari cukup.
              Setahun berlalu mulai lah menginjak bangku kelas yang baru lagi memasuki kelas VIII. Kelas di acak lagi teman di kilas baru lagi. Yang dulunya aku duduk di bangku kelas VII.4 sekarang menjadi VIII.2 dengan teman-teman yang baru. Sejak duduk di bangku kelas VIII aku merasa aneh, suka sering sakt-sakitan, sering mimisan, sering jatuh pingsan. Jadi nyusahin teman-teman guru-guru dan semuanya. Namun aku teralalu takut ntuk melihat takdirku aku tidak mau kedua orang tuaku mengetahui bahwa aku sering sakit-sakitan.
              Karena aku tak mau menyusahkan kedua orangtuaku teman-teman dan guru-guruku akupun nekat memeriksakan diri ke rumah sakit terdekat. Dengan percaya diri aku mulai memasuki rumah sakit  sendiriaan tanpa siapapun di sampingku, tiba-tiba lelaki tua berjas putih memakai kacamata menghampiriku dan bertanya “hai, gadis kecil kamu ngapain disini? Mana orangtuamu, keluargamu?” lalu aku menjawab “aku ingin memgetahui penyakit apa yang aku derita selama ini, aku terlalu banyak menyusahkan orang di sekitarku om” lalu dokter mengataakan “lantas kemana orang tuamu? Apa kamu kesini sendirian tanpa ijin kedua orang tuamu?”, “tidak, mereka mengantarku kesini namu mereka sedang keluar sebentar untuk membeli sesuatu untukku, anda dokter? Periksalah keadaanku ku mohooooooooo n” jawabku dengan sedikit berbohong “baiklah mari ikutlah denganku aku akan memeriksamu” jawab sang dokter.
              Keesokan harinya akupun datang kembali ke rumah sakit  tersebut dan bertemu kembali dengan dokter tersebut lalu aku pun bertanya “hallo dokter bagaimana hasil tesku? Aku baik-baik aja kan?” lalu dokter menjawab “apakah kamu yakin ingin mengetahuinya? Akankah lebih baik jika kamu mengajak orangtuamu untuk mengetahuinya”. “mereka menyuruh ku menemui anda dan menitipkan ini untuk anda” jawabku sambil memberikan surat kepadanya, yang sebenarnya surat tersebut bukan dari orang tuaku namun aku sendiri yang membuatnya yang berisi tentang orang tua mengijinkan bahwa aku dapat melihat hasil tesku sendiri. Sang okterpun percaya begitu saja dan ia berkata “baaiklah, apapun yang terjadi kamu tetap tenang dan jangan menghapus keceriaanmu saat ini” lalu aku menjawab “baiklah dok” kita terdiam satu menit lamanya sedetik, du drtik tiga detik, dokter meleps kacamatanya sambil memegang kepalaku dan berkata “sebenarnya aku berat sekali untuk mengatakan ini kepadamu tetapi bagaimanapun juga kamu berhak mengetahuinya bahwa kamu mengidap penyakit................................. kangker darah” lalu aku pun tersenyum  dan berkata “ooooooh hanya kanker darah dan aku harus tiap bulan untuk transfusi darah, baiklah terimah kasih atas informasinya dok” dokter menjawab “kamu sungguh gadis kecil yang hebat kamu sangat tegar aku bangga denganm, dan aku berjanji membantumu untuk sembuh” akupun memeluk dokter tersebut dan berkata “terimakasih, engkau seperti malaikat bagiku”.
              Hari demi hari ku lalui dengan penyakit ini aku menyembunyikan dari semuanya ku coba ceria di depan orang tua ku teman-temanku, aku selalu membuat mereka tertawa sampa suatu ketika ahabatku yang bernama putri bilang “kamu teman sahabat kakak adik terbaikku iyaa kamu Mettha Vania seperti malaikat aku nggak mau kita berpisah kelak jika kita lulus aku bangga menjadi temanmu dan ku harp kau pun sebaliknya” aku trdiamseketika mendengar kata-kata tersebut dan dalam hatia aku bicara “mungkin aku sekarang aku ceria tgar dimata kalian tetapi entah berapa lama lagi umurku aku takut melihat takdirku, aku takut tak dapat menjadi teman terbaikmu lagi, aku takut bukan kelulusan yang memisahkan kita tetapi kematianku yang akan membuat kita berpisah”. Di sekolah aku menjadi anak yang palng rajin nilai-nilai akademin maupun non akademisku cukup memuaskan para guru-guru sering memujku karena nilaiku membahagiakan mereka dan membanggakan. Mereka sempat bertanya kepadaku “kamu kenapa? Mungkin nilaimu bisa naik, kecriaanmu semakin meningkat tetapi aku melihat hal yang berbeda i matamu seperti kamu menyembunyikan sesuatu yang sangat besar, seakan-akan keceriaanmu hanya untuk menutui rasa kegelisahanmu saja:” aku pun menjawabnya “aku tidak apa-apa, tidak ada yang perlu di khawatirkan dari diriku aku baik-baik saja yang penting ini semua tidak menggangu pelajaranku nilai-nilai ku” lalu aku segera lari ke kamar mandi sekolah aku menangis menutup hidung ku yang meneteskan darah.
             Bel pulang pun berbunyi aku segera mengambil tas di kelas dan buru-buru menghampir dokter tersebut lalu aku bertanya “aku kenapa doter? Apakah aku semakin parah aku takut membuat orang-orang di sekitarku bersedih aku masih punya umur panjang kan dok?. Jawab dokter jawab!!” dokter tersebut hanya bisa terdiam dan  menundukkan kepalanya sambil memegang pundaku ia pun berkata “sabarlah anakku, mana semangatmu yang dulu? Kamu anak yang kuat kamu anak yang tegar yang pernah aku temui. Memang penyakitmu semakin parah tapi aku harap kau tetap semangat menjalani hari-harimu” lalu aku pulang.
             Ujian Nasional tingkat SMP pun segera di selenggarakan. Aku merasa takut takut jika aku tak dapat mengikutinya aku takut. Ujian Nasional hari pertama kedua ketiga dan hari terakhir berhasil aku jalani dengan kondisiku yang sedemikian buruknya namun mereka semua yang menyayangiku tidak menyadarimya bahwa aku sedang berontak melawan penyakitku ini. Sampai tiba saat nya pengumuman kelulusan pun semakin dekat yang ada di pikiranku adalah biarkan aku bersama tuhan di sana asalakan aku lulus dengan nilai terbaik dan membanggakan kedua orangtuaku, guru-guruku, sekolahku, dan teman-temanku yang selalu ada untukku. Karena aku terlalu semangat untuk melihat hasil kerja kerasku melawan Ujian tersebut. Aku membawa segala perlengkapan kesehatanku ke sekolah karena hari tersebut adalah hariku untuk check up. Pengumuman di kumandangkan dan.............................. aku Mettha Vania  mendapatkan nilai tertingi dan terbaik di sekolah dengan angka 39,45 mendekati angka sempurna. Seluruh warga sekolah memberiku selamat dan saat itu aku merasa orang paling beruntung aku tak sabar melihat senyum kedua orang tuaku.
             Namun tiba-tiba hidungku tidak berhenti meneteskan darah. Lalu aku segera berlari ke kamarmandi sekolah smabil mebawa ijazahku, aku jatuh pingsan di kamar mandi sekolah dan tak ada satu pun yang mengetahuinya semalaman aku aku tertidur dikamar mandi sekolah.semua orang mencariku mecemaskan aku. Orang tua ku pun begitu mereka mencariku memutari komplek bertanya kepada guru sekolah. Dokter yang selama ini merawatku pun ikut cemas karna pada hari itu aku janji menemuinya untuk transfusi darah dan akan menunjukkan nilaiku padanya. Namun ternyata keesokan harinya aku di temukan tewas di kamarmandi sekolah sambil memeluk ijazah dan keterangan riwayat hidupku an selembar kertas sutar yang berceceran darah akibat mimisan. Akhirnya semua tau bahwa aku mengidap penyakit itu dan orang tuaku membaca surat kecil itu yang memang aku  tujukan untuknya. Isi surat tersebut adalah.
             “Bunda, maafkan aku aku menyembuyikan semua ini aku tak mau melihatmu bersedih karenaku aku. Ku persembahkan nilai Ujianku untukkmu, maafkan aku selama ini aku merepotkanmu, maafkan aku menyembunyikan penyakitku padamu  aku sayang bunda dan ayah loveyou♥”
 Mungkin nilai ini menjadi prestasi terindah yang pernah kumiliki karena ini akan menjadi prestasi terbaik dan terakhir dalam hidupku. Karena kusadari bahwa aku tak ada mampu lagi mendapatkan prestasi tersebut kembali karena aku tak akan mungkin lagi kembali ke dalam dunia ini. Aku berharap kalian semua menyayangiku kalian semua mengikhlaskan kepergianku untuk selamanya aku tak mau melihat tetesan air mata kalian. Biarkan nilai ini menjadi kenangan terindah dariku aku berjuang melawan sakitku demi nilai ini demi rasa sayangku pada kalian mama, papa, teman-temanku, guru-guru. Maafkan aku menyembunyikan semua ini aku tak mau melihat kalian sedih kehilangan senyum karena tau kondisiku saat ini. Aku hanya mau di sisa-sisa umurku menjadi berguna buat orang-orang di sekitarku. Mungkin aku terlalu pengecut untuk  melihat kesedihan di mata kalian namun ku yakin saat ini kalian sangat berduka melihat ku seperti ini. Maafkan aku

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates